Sabtu, 04 Oktober 2008

Cerpen Kita

Rumah Kakek Dan Iedul-Iedul Fitrikoe

Sulit, penat kurasakan pula, untuk mengawali cerita ini. meski harus menghabiskan beberapa puntung rokok dan beberapa soft drink. Di depan komputer ini aku akan menuliskan apa yang aku alami selama bertempat tinggal di rumah nenek moyang dari Ibu aku. Entah sudah tahun ke berapa ini aku menikmati segarnya Air, menghirup Udara, menghela nafas serta menikmati fasilitas yang ada di sana ya...di rumah peninggalan itu.

Kurang lebih hunian itu berumur lebih dari 30 tahun semenjak di Rombak total. Saat ku pandangi Foto-foto kusam yang tersimpan di almari yang juga banyak menyimpan Foto-foto kenangan masa muda Kakek-nenek beserta keluarga Besarnya. Di almari itu pula banyak kenangan yang mengabadikan Pernikahan bude, tante, tak ketinggalan ada beberapa foto saat keluarga kumpul-kumpul. Kumpulan foto foto itu bagiku banyak sekali mewakili aku dalam bercerita di sini. Nach, saat ku ambil beberapa Album yang bertumpukan tadi aku melihat terdapat album yang kusam, bahkan hampir robek karena di makan Rengat atau mungkin memang usianya sudah Tua.

Seingatku, album itu berwarna merah hati. Ku buka perlahan lahan bahkan sangat hati-hatinya, tiba tiba Aku di kejutkan beberapa kecoa dan kutu-kutu berhamburan dan tidak salah lagi yang menggrogoti foto-foto itu. Ku pandang lama sekali foto yang menampakkan rumah beteraskan Lumayan Luas itu. Namun saat itu masih berpagarkan Kayu belum besi seperti saat ini. Bahkan, untuk pentas Agustusan tingkat Kampungpun cukup, karena ada beberapa foto yang menceritakan para penari, Dan Beberapa penerimaa hadiah. Di sini aku merasa bangga saat Paman ku berkata ”Saat itu memang halaman ini sering di buat kumpul dengan anak muda mudi bahkan tua pun tak mau ketinggalan, itu karena kakekmu cukup di segani di daerah sini” ujar pamanku dengan menghisap rokoknya dalam-dalam dan sambil berlalu pergi menuju ruang kamar tamu. saat itu Kakekku memang Salah Satu Ketua Rukun Tetangga (RT) yang cukup Punya nama. Dan juga dia mampu mengkordinir massa mungkin karena padat penduduk jadi jadi mudah ngumpulinnya hehehehe.....

Rumah itu terletak Persis di dekat rumah sakit tebesar di kota Aku lahir, sebut saja kota Srowani yang artinya Suro adalah Ikan Hiu dan Wani Adalah berani jadi Di gabung Hiu yang berani itu menurut cerita Orang-orang setempat.Terletak di Jalan Kesro No 19 dari gambar lain yang kulihat Nampak sekali banyak perubahaan ketika rumah itu masih berdinding bambu (Gedek). Banyak sekali ornamen belanda yang ada saat foto itu ku amati.

Sedikit tentang kelurga besar. aku merasa bahagia karena saat-saat indah bersama tak pernah ketinggalan. Misalnya saat puasa ramadhan dan iedul fitri sanak family berrtemu di rumah itu tak hanya bertemu dari dalam kota namun luar kotapun datang. Kamu tahu ngga le, rumah ini dulu memang adalah tempat tinggalnya para Bude dan Pakde Dari ibumu dan saudara-saudaranyanya, ”Ayahku berkata sambil turut merapikan koran dan buku koleksi kakek aku. Jadi setiap satu syawal ”adat Jawa maupun islam di tempat itu tak pernah isa di tinggalkan. Sungkem-sungkeman contohnya tak ketinggalan.

(Suatu Kewajiban) yang tua duduk di kursi sambil berjajar mulai dari memohon maaf atas segala Kesalahan, keserakan, dan kealpaan. Kurang lebih sekitar tahun seribu sembilan ratus delapan puluh tujuhan hingga sembilan puluhan itu yang teringat tajam sekali di Otakku ini. Ya bisa di bilang rukun agawe santoso lah ceritanya begitu. Saat itu isak tangis mewarnai rumah berukuran lumayan untuk berkumpul hinngga dua puluh orang di di dalamnya.

Saat ini, kurang lebih lima belas tahun sepeninggal kakek dan nenek serta mbah-mbah buyut aku tidak merasakan hal yang seperti beberapa tahun silam. Baik itu sungkeman dan maaf maafan yang di warnai dengan isak tangis sangat sulit aku temui. Tapi aku berusaha untuk tidak menangis di pelukan ayahku dan mencium pundaknya, aku memohon ampun atas segala Kesalahan pada ibuku tak ketinggalan ku ciumnya telapak tangannya beliau yang selama ini berupaya untuk merawatku dengan memeras keringatnya. aku berusaha untuk tidak meneteskan air mataku namun, mata ku tak mau menahan keluarnya air mata itu. Kenapa aku harus menangis, di sini aku masih mengingat saat cerita dari foto, kakekku, dan pamanku serta ayahku yang tercinta .


Sedikit pula tentang kondisi rumah peninggalan itu, setelah ku sadari aku delapan tahun mendekam di rumah warisan itu....haaaaahhhh. ketiadaan panutan di sini mebuat beberapa saudara dari ibuku saling iri hati, dengki saling sikut sana sini grundle sana sini.
Padahal baru empat hari kami meryakan Hari kemenangan (Iedul Fitri) namun itu semua hanya Semu karena hari ini Aku, Ayahku dan ibuku di mohon untuk angkat kaki dari rumah “Bersejarah” itu, oleh Kakak dari Ibu aku. Namun hal itu berulang terjadi bahkan setiap tahun mungkin. Ini sebenarnya karena hal sepele karena kaka Dari ibu aku merasa kurang di jamu layaknya seorang tamu yang datang dari jauh (SumanggaNo). Aarrrrggghhh.....aku lelah entah apa kata pamanku pada Ibuku,,,,dia memang orang yang easy going....habis perkara terjadi yaw udah Habis.....

Terbesit dalam fikirku apa gunanya Salaman Saat hati kita ini masih dendam, iri mending ngga usah salaman. Harus ikhlas. Saat gema Takbir malam itu terdengar hingga pelosok, Aku mengulurkan tangan pada temanku yang hampir lima hari menikmati masa cutinya di kota kelahiran ini, selama ini dia memang mengais rejeki di tanah orang lain (Luar Kota). bahkan sudah seperti saudara sendiri, dia menolaknya besik pagi saja mas ”ucapnya ” sambil tiduran di Cover bad kamar ku. Kamu itu dah dengar takbir, jadi kita ngga usah besok-besok lagi ”gertakku” padanya.dan akhirnya kamipun bercanda kembali hingga pagi Hari Shalat ied kami tetap berselisih Tentang pentingnya salaman Di hari nan fitri ini. Astaga aku baru ingat, saat aku menuliskan ini semua aku pun tak ada rasa dengki, iri, pada Pamanku yang Mbeling itu bahkan juga baru kali ini pula aku Tidak salaman dengan Dia.....tapi ach Apik-Apik Bae, Baik Baik saja semua itu hanya ALLAH SWT yang Maha Tahu...semoga...saja....Amin....

Trims Papa tercinta Soedibyanto, Mama tersayang Tinuk, Pakde Dalam Sinuraya, Bude Luluk, Mbak Anne, Mas atau Abang Dudy dan Isterinya Mbak Adry U’r is the Best Family’s N CPU Intel Inside Pentium 4 dan musik-musik yang telah menemani aku hingga aku merasa mata, tangan, jemariku terasa kaku dan mulut ini rasanya harus menghisap beberapa rokok yang masih ada.....sssssstttttttthhhhh....haahahahahahah.........
(DHiMAS P./ Minggu / 06-10-2008 / 12.30-01.00 WIB / Kamar Mas.Dudy)